BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
dengan jumlah pulau 18.306 dan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia,
yaitu sepanjang 95.181 km. Populasi penduduk Indonesia yang tinggal di pesisir
mencapai 161 juta jiwa atau 60% dari 250 juta penduduk Indonesia. Pusat
perkembangan ekonomi juga berkembang di kawasan pesisir. Sayangnya, tingkat
pendidikan dan kesejahteraan populasi penduduk Indonesia yang tinggal di
pesisir dan pulau kecil merupakan yang terendah.
Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia mempunyai
sumber daya hayati yang tinggi. Kontribusi sumberdaya hayati pesisir saat ini
terbanyak untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat dari perikanan pesisir
dan laut. Kebijakan pengembangan ekonomi padat karya dan berbasis bahan baku
serta ekstraktif, menimbulkan kerusakan kawasan pesisir dan pulau kecil akibat
kegiatan penambangan mineral, bahan baku konstruksi, reklamasi untuk
infrastruktur baru, budidaya perikanan pesisir dan lain-lain. Kegiatan ini
sangat mengancam kelestarian dan daya dukung hutan pesisir mangrove, terumbu
karang, serta pulau pulau kecil yang merupakan sumber kehidupan masyarakat
pesisir sejak lama.
Melihat proyeksi ancaman potensial masa depan serta potensi
keragaman hayati yang besar di kawasan pesisir, suatu strategi pendekatan
program dengan upaya dukungan kepada masyarakat untuk berdaya dalam mengelola
kawasan ekosistem pesisir pulau kecil perlu diambil. Pengembangan program
ketahanan dan diversifikasi pangan menjadi sangat krusial mengingat sumber
tradisional protein hewani dari hasil perikanan merupakan sumber pangan yang
murah dan melimpah. Pemanfaatan sumber pangan baru dari berbagai sumber daya
pesisir yang belum tergali dan bernilai tinggi seperti golongan crustacea,
molusca, vertebrata serta vegetasi mangrove, nipah dan sagu perlu digali dan
dikembangkan dengan menggunakan tehnologi dan sains.
Selain berpotensi mengembangkan sumber pangan baru, kawasan
pesisir juga menyediakan potensi sumber energi terbaharukan dari biomassa
mangrove, produk turunan sagu dan nira nipah yang dapat diolah menjadi
bioetanol yang melimpah dan siap dimanfaatkan. Hutan pesisir banyak ditumbuhi
berbagai jenis species mangrove, bersama dengan hamparan nipah dan sagu yang
sangat luas selama ini masih terbatas pemanfaatannya, sehingga dianggap kurang
bermanfaat dan cenderung dialihfungsikan menjadi peruntukan lain. Berbagai
potensi bahan kimia dari hasil metabolisme organism laut dapat diekstrak dan
disintesa untuk dikembangkan menjadi antibiotika, serta substansi dengan
properti anti inflamasi dan anti kanker yang selama ini belum bisa dibuat oleh
manusia. Dalam konteks meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, sumber daya
laut merupakan komoditi yang beragam, melimpah dan murah.
Ekosistem pesisir dan pulau kecil diciptakan sangat ideal
untuk melindungi kawasan tersebut dari ancaman. Hutan sagu, nipah dan mangrove
merupakan filter alami penyaring sedimentasi dari darat sehingga melindungai
kawasan lamun dan terumbu karang yang rentan terhadap sedimentasi dari
kerusakan. Sebaliknya, ancaman intrusi air laut ke darat juga bisa disaring
oleh ekosistem hutan mangrove, nipah dan sagu pesisir, sehingga sumber air
bersih sumur masyarakat, lahan pertanian dan sawah di pesisir yang merupakan
sumber kehidupan masyarakat tidak terganggu.
1.2. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui keadaan ekosistem terumbu karang, mangrove, lamun dan estuari
khususnya di Indonesia. Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan pengetahuan tambahan bagi mahasiswa
mengenai keadaan ekosistem terumbu
karang, mangrove, lamun dan estuari khususnya di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian, Cara Reproduksi dan Cara Hidup Terumbu Karang
Terumbu
karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan
alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum
Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri
dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang
keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesiestumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral. Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel didasar terumbu.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C diatas suhu normal.
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang. Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:
Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae. Di Indonesia dan Indo Pasifik terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesiestumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral. Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel didasar terumbu.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang. Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C diatas suhu normal.
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang. Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:
Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae. Di Indonesia dan Indo Pasifik terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.
2.2.
Pengertian dan Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Hutan Mangrove berasal dari kata
mangue/mangal (Portugis) dan grove (English). Hutan mangrove dikenal juga
dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan
bakau. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan yang
tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar
muara sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas
dari genangan di saat kondisi air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas
vegetasi mayoritas pesisir pantai di daerah tropis & sub tropis yang
didominasi oleh tumbuhan mangrove pada daerah pasang surut pantai berlumpur
khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan
organik.
Tumbuhan
mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang
hidup di darat dan di laut dan tergolong dalam ekosistem peralihan atau dengan
kata lain berada di tempat perpaduan antara habitat pantai dan habitat darat
yang keduanya bersatu di tumbuhan tersebut. Hutan mangrove juga berperan dalam
menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Umumnya
mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas
(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap
keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Pada hutan mangrove:
tanah, air, flora dan fauna hidup saling memberi dan menerima serta menciptakan
suatu siklus ekosistem tersendiri. Hutan mangrove memberikan masukan unsur hara
terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi
anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama
bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan
organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti
daun, ranting dan bunga).
Hutan
mangrove sangat berbeda dengan tumbuhan lain di hutan pedalaman tropis dan
subtropis, ia dapat dikatakan merupakan suatu hutan di pinggir laut dengan
kemampuan adaptasi yang luar biasa. Akarnya, yang selalu tergenang oleh air,
dapat bertoleransi terhadap kondisi alam yang ekstreem seperti tingginya
salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat unik dan menjadi suatu habitat
atau ekosistem yang tidak ada duanya.
Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut
sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan
mangrove. Istilah ‘mangrove’ digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk
menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon
bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana.
Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
Hutan
mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang
selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai
faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang
air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram
(halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat
obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar. Flora mangrove terdiri
atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Jenis-jenis tumbuhan yang
ditemukan di hutan mangrove Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri
atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis
epifit dan 2 jenis parasit. Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia,
jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api
(Avicennia sp), bakau (Rhizophora sp), tancang (Bruguiera sp), dan bogem atau
pedada (Sonneratia sp), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai.
Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan
endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. Fauna mangrove hampir mewakili semua
phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia.
Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat
(terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Fauna darat, misalnya kera
ekor panjang (Macaca spp.), Biawak (Varanus salvator), berbagai jenis burung,
dan lain-lain. Sedangkan fauna laut didominasi oleh Mollusca dan
Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda,
sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Brachyura.
Hutan
mangrove memiliki ciri-ciri fisik yang unik di banding tanaman lain. Hutan
mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang
selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai
faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang
air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram
(halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat
obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar. Hal ini terlihat pada
jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris
yang tumbuh, berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor dan hadirnya mangrove
di sepanjang tepian sungai Kapuas, sampai ke pedalaman sejauh lebih 200 km, di
Kalimantan Barat. Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini
jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di tempat yang sangat luas.
Disamping Rhizophora spp., jenis penyusun utama mangrove lainnya dapat tumbuh
secara “coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis
yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat
berasosiasi dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya
terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.
Ciri-ciri
ekosistem mangrove terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari
habitatnya yang unik, adalah :
- Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
- Memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
- Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
- Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan
tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri
khusus ekosistem mangrove, diantaranya adalah :
- Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
- Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
- Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
- Airnya berkadar garam (bersalinitas) payau hingga asin.
2.3. Pengertian dan Macam-Macam Lamun
Lamun adalah
salah satu tumbuhan laut yang termasuk tumbuhan sejati karena sudah dapat
dibedakan antara batang, daun, dan akarnya. Secara umum gambaran lamun yaitu
seperti padang rumput di daratan, lamun sangat berguna dalam hal pembersihan
lautan karena lamun berfotosintersis.
Hal menarik yang
dapat kita lihat bahwa padang lamun atau yang di kenal dengan seagrass bukan
hanya sebagai tempat mencari makan bagi duyung dan manate tapi juga tempat
hidup yang sangat cocok bagi beberapa organisma kecil seperti udang dan ikan.
Bahkan penyu hijau (Chelonia mydas) pun sering mengunjungi padang lamun
untuk mencari makan. Lantas mengapa padang lamun bisa menjadi tempat yang
cocok bagi umumnya hewan kecil ?. Kondisi lamun yang menyerupai padang
rumput di daratan ini mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat potensial
berupa perlindungan bagi ivertebrata dan ikan kecil. Daun-daun lamun yang
padat dan saling berdekatan dapat meredam gerak arus, gelombang dan arus materi
organik yang memungkinkan padang lamun merupakan kawasan lebih tenang dengan
produktifitas tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu karang.
Melambatnya pola arus dalam padang lamun memberi kondisi alami yang sangat di
senangi oleh ikan-ikan kecil dan invertebrata kecil seperti beberapa jenis
udang, kuda laut, bivalve, gastropoda dan echinodermata. Hal terpenting
lainnya adalah daun-daun lamun berasosiasi dengan alga kecil yang dikenal
dengan epiphyte yang merupakan sumber makanan terpenting bagi hewan-hewan kecil
tadi. Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada
permukaan daun lamun dan sangat di senangi oleh udang-udang kecil dan beberapa
jenis ikan-ikan kecil. Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi
hewan-hewan kecil tadi dari serangan predator. Sangat khas memang pola
kehidupan hewan-hewan kecil ini di padang lamun yang tidak jarang memberikan
konstribusi besar bagi kelangsungan ikan dan udang ekonomis penting. Ini
adalah sebagian kecil dari peran penting padang lamun yang menyebar di sekitar
perairan pantai Indonesia.
Padang lamun
menyebar hampir di seluruh kawasan perairan pantai Indonesia. Anda akan
sangat mudah mengenali tumbuhan ini. Padang lamun biasanya sangat mirip
dan bahkan menyerupai padang rumput di daratan dan hidup pada kedalaman yang
relative dangkal (1-10 meter) kecuali beberapa jenis seperti Halodule
sp., Syringodium sp. dan Thalassodendrum sp., yang juga di
temukan pada kedalaman sampai dengan 20 meter dengan penetrasi cahaya yang
relative rendah. Malah pernah dilaporkan jenis Halophila yang di temukan pada
kedalaman 90 meter oleh Taylor (1928) yang ditulis dalam Den Hartog
(1970). Namun umumnya sebagian besar padang lamun menyebar pada kedalaman
1 – 10 meter. Di beberapa perairan dangkal, kita dapat menyaksikan padang lamun
dengan kepadatan yang cukup tinggi yang memberikan kesan hijau pada dasar
perairan.
Untuk tipe
perairan tropis seperti Indonesia, padang lamun lebih dominant tumbuh dengan
koloni beberapa jenis (mix species) pada suatu kawasan tertentu yang
berbeda dengan kawasan temperate atau daerah dingin yang kebanyakan di dominasi
oleh satu jenis lamun (single species). Penyebaran lamun memang
sangat bervariasi tergantung pada topografi pantai dan pola pasang surut.
Anda bisa saja menjumpai lamun yang terekspose oleh sinar matahari saat surut
di beberapa pantai atau melihat bentangan hijau yang didalamnya banyak
ikan-ikan kecil saat pasang. Jenisnya pun beraneka ragam, yang di pantai
Indonesia sendiri, kita bisa menjumpai 12 jenis lamun dari sekitar 63 jenis
lamun di dunia dengan dominasi beberape jenis diantaranya Enhalus acoroides,
Cymodocea spp, Halodule spp., Halophila ovalis, Syringodium
isoetifolium, Thallasia hemprichii and Thalassodendron ciliatum. Dan
saya percaya kawasan perairan Indonesia yang sangat luas mempunyai jenis lamun
yang lebih dari perkiraan beberapa lembaga penelitian. Sampai kini
konsentrasi penelitian terhadap jenis-jenis lamun dan ekosistem lamun belum
sepenuhnya terlaksana. Kurangnya minat beberapa peneliti untuk lebih fokus
kearah padang lamun dan minimnya dana penelitian yang di alokasikan ke sektor
ini serta minimnya publikasi mengenai padang lamun merupakan penghambat utama
bagi pengetahuan dan pemahaman tentang padang lamun kepada masyarakat sementara
masyarakat sebagian besar belum sepenuhnya tahu dan mengerti tentang habitat
yang satu ini. Padahal kalau mau jujur masysrakat pantai khususnya banyak
sekali tergantung pada habitat ini, yang langsung atau tidak langsung dapat
mempengaruhi terhadap kebutuhan sehari-hari mereka. Kita mungkin tidak
menyadari kalau menurunnya produksi beberapa jenis ikan-ikan dan udang-udang
pantai ekonomis Indonesia lebih banyak karenakan semakin menipisnya padang
lamun yang merupakan habitat alami dari ikan-ikan pantai seperti ikan berinang
(Siganus spp.) atau beberapa udang putih (Penaeus spp.) lainnya.
Terlalu jauh kalau kita mengharapkan
bisa sering melihat dugong bermain kembali di sekitar pantai Indonesia, yang
padang lamunnya seudah semakin memprihatinkan, oleh pola reklamasi pantai yang
sangat marak dan degradasi pantai yang sudah sangat ramai. Namun mungkin kita
masih bisa melihat beberapa jenis ikan-ikan kecil bermain dengan cantiknya
dibeberapa pantai yang masih terjaga padang lamunnya (© Ma’ruf Kasim).
2.4. Pengertian Estuaria
Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai
hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan.
Secara sederhana estuaria didefinisikan sebagai tempat pertemuan air tawar dan
air asin (Nybakken, 1988). Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat
berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut.
Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan
bebas dengan laut, sehingga laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan
air tawar (Bengen, 2002, Pritchard, 1976). Kombinasi pengaruh air laut dan air
tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang
bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain:
1. Tempat
bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu
pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika
lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
2.
Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan
sifat air sungai maupun air laut.
3. Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis
dengan lingkungan sekelilingnya.
4. Tingkat
kadar garam didaerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya
aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria
tersebut.
Estuaria
dapat diklasifikasikan berdasarkan pada karakteristik, diantaranya:
1. Geomorfologis:
lembah sungai tergenang, estuaria jenis fyord, estuaria bentukan tanggul dan
estuaria bentukan tektonik.
a. Estuaria
daratan pesisir, paling umum dijumpai, dimana pembentukannya terjadi akibat
penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai bagian pantai yang landai
b. Laguna
(Gobah) atau teluk semi tertutup, terbentuk oleh adanya beting pasir yang
terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi interaksi langsung
dan terbuka dengan perairan laut.
c. Fyords, merupakan estuaria yang dalam,
terbentuk oleh aktivitas glester yang mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh
air laut
d. Estuaria tektonik, terbentuk akibat
aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung
berapi), yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi
oleh air laut pada saat pasang.
2. Sirkulasi dan
stratifikasi air:
a. Stratifikasi
tinggi atau estuaria baji garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin
b. Tercampur sebagian merupakan tipe yang paling umum
dijumpai. Pada estuaria ini aliran air tawar dari sungai seimbang dengan air
laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran ini dapat terjadi karena
adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang surut.
c.
Tercampur sempurna. Estuaria jenis ini terjadi di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan dan kuat.
Berdasarkan salinitas ( kadar garamnya ), estuaria dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
·
Oligohalin yang berkadar garam rendah (0,5% – 3 %)
·
Mesohalin yang berkadar garam sedang (3% – 17 %)
·
Polihalin yang berkadar garam tinggi, yaitu diatas 17 %
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penulisan makalah ini antara lain adalah:
1. keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai terancam. Di indonesia persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan sangat baik.
2. Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
1. keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai terancam. Di indonesia persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan sangat baik.
2. Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
3. Hutan mangrove sangat berbeda dengan tumbuhan
lain di hutan pedalaman tropis dan subtropis, ia dapat dikatakan merupakan
suatu hutan di pinggir laut dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Akarnya,
yang selalu tergenang oleh air, dapat bertoleransi terhadap kondisi alam yang
ekstreem seperti tingginya salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat unik
dan menjadi suatu habitat atau ekosistem yang tidak ada duanya.
4. Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup
yang mempunyai hubungan bebas dengan
laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Dengan kondisi
lingkungan fisik yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan antara darat
dan laut, estuaria mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar yang
tersendiri.
3.2. Saran
Adapun
saran yang dapat saya berikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sebagai mahasiswa diharapkan kita dapat peduli terhadap lingkungan diantaranya yaitu dengan melestarikan ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun dan estuary serta tidak merusaknya hanya untuk kepentingan semata sehingga fungsi dari ekosistem tersebut di Indonesia tetap terjaga.
1. Sebagai mahasiswa diharapkan kita dapat peduli terhadap lingkungan diantaranya yaitu dengan melestarikan ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun dan estuary serta tidak merusaknya hanya untuk kepentingan semata sehingga fungsi dari ekosistem tersebut di Indonesia tetap terjaga.
2.
Dalam pembahasan di makalah ini, masih banyak kekurangan, sehingga diharapkan pembaca mampu mencari referensi
yang lebih lengkap lagi. Mengingat perkembangan teknologi yang kian pesat tiap
tahunnya, bukan tidak mungkin kemudian makalah ini menjadi tidak relevan lagi
karena perubahan teknologi yang semakin maju.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi
Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id (1 Oktober 2013 pukul 14.25 WIB)
Anonim. 2012. http://nikitakelautan2010.wordpress.com/2012/04/01/ekosistem
terumbu-karang/.
Htm, ( 4 oktober 2013 pukul 09.24 WIB)
Hutan Mangrove. (a.n). [online]. http://www.lablink.or.id/Eko/Wetland/lhbsmangrove.htm. (Rabu, 9 November 2011)
Hutan Bakau Hutan Mangrove; Definisi dan Fungsi. (alamendah). [online].http://alamendah.files.wordpress.com (Rabu, 9 November 2011)
Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove. (a.n). [online]. http://ekologihutan.blogspot.com (Rabu, 9 November 2011)
Hutan
Mangrove Indonesia, Sumber Daya Alam Yang Terlupakan. (a.n). [online]. http://oryza-sativa135rsh.blogspot.com/2010/05/hutan-mangrove-indonesia-sumber-daya.html (Rabu, 9 November 2011)
Hutan Mangrove dan Luasannya di Indonesia. (a.n). [online].http://mbojo.files.wordpress.com (Rabu, 9 November 2011)
Untuk Informasi Lebih Lengkap dan utuh silahkan kunjungi situs yang telah kami tampilkan di atas...
terimakasih !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar